Saya adalah seorang Penjual alat-alat medis untuk keperluan rumah sakit.
Saya memliki kisah yang terjadi tahun 2002 silam
Kisah ini bermula saat saya mengangkat seorang pegawai baru yang bernama
Aryati, dia adalah orang yang supel, ceria dan memliki kesabaran
mendengarkan orang lain terutama konsumen
Perawakannya Tinggi, putih dan matanya “nakal”,
“Biarin” pikir saya, selama dia mampu menjualkan alat-alat medis
perusahaan, dia tetap layak dipertahankan sebagai karyawan marketing
yang digaji dengan baik. Walaupun kadang melihat Aryati pengin banget
ngerasain tubuhnya. tetapi saya tidak mau terlibat cinta dengan
karyawati saya, apalagi Making Love, walaupun saya sendiri belum
menikah, wibawa saya sebagai boss bisa luntur jadi bubur.
Alkisah saya memesan alat USG dua minggu yang lalu, dan kini tibalah
barang pesanan senilai 450 juta tersebut dihadapan saya. USG (Ultra
Sonografi) 3 dimensi berwarna. Aryati tentu saja ikut terlibat dalam
transaksi ini.
Siang itu setelah Aryati menjemput barang pesanan tersebut dari jasa
courier, sekarang dua wujud menakjubkan itu ada di depan saya. Yang satu
Aryati yang lain CKD-USG yang sangat istimewa itu.
Kenapa istimewa, karena kalau untuk USG bayi dalam kandungan, wajah bayi
pun bisa nampak seperti foto, juga untuk USG alat-alat dalam yang lain,
baik itu ginjal, jantung, pembuluh darah yang besar, maupun ovarium
(=telur) dari seorang wanita.
Sempat saya telpon kepada Rumah Sakit pemesan bahwa barang pesanan
mereka sudah datang, karena Direktur Medis sudah pulang. Saya telpon ke
rumah beliau, dan beliau perintahkan untuk melakukan pengiriman barang
jam 8 pagi besok di Rumah Sakit tempat beliau bekerja. Sambil dia pesan,
agar barang yang diterima harus sudah siap dipakai dan dioperasikan.
“Mati !’ pikir saya, karena itu artinya hari ini juga saya harus
merakitnya, karena alat medis elektronik yang mahal seperti ini, semua
komponen dalam bentuk lepas (CKD = Completely Knock Down).
Akhirnya setelah menerima “perintah” dari pembeli, saya panggil bagian
service yang Insinyur Elektro untuk mulai merangkai USG ini. Mulai sore
tersebut, akhirnya dengan berdebar-debar, selesailah semua jam 12 malam.
Aryati tentu saja tidak boleh pulang hingga malam tersebut, karena
sebagai bagian Marketing diapun akan mendapat share keuntungan 5 % dari
nilai transaksi ini. Selain melayani kami dengan membuatkan kopi.
Pak Sabastian, 10 tahun lebih tua dari saya yang merakit alat ini sudah
nampak kelelahan dan ikut tegang ketika saya mulai menancapkan kabel
listrik. “ON”…hiduplah alat mahal ini, kami bertiga termangu-mangu
didepan alat ini, selain ini untuk pertama kalinya juga perusahaan kami
mendapat pesanan alat ini, juga pertama kali Pak Sebastian merakit.
Tinggal kami bertiga di ruang elektrik perusahaan, semua karyawan tentu
sudah pulang dan terlelap dirumah masing-masing.
Kami bertiga takjub memandangi alat yang sudah hidup tersebut, nampaknya
tidak ada trouble sedikitpun, “Ayo kita coba, kita hanya punya waktu 7
jam sebelum menyerahkan barang ini” suara saya memecah keheningan
“Saya, Pak !” Pak Sebastian langsung menyahut, selain dia sudah hapal
alat-alat medis kedokteran, dia juga tahu kecanggihan alat ini dan
pemeriksaan yang berharga 500.000 untuk setiap kali total USG seluruh
tubuh.
Dengan bersemangat Pak Sebastian melepas bajunya dan tidur dimeja kerja
bagian elektronik yang sebenarnya meja ping-pong..Mulailah saya jadi
ahli USG dadakan, berbekal buku manual dan seingat-ingatnya pelajaran
Anatomi, saya mulai memeriksanya dengan memberinya lubricant / pelincir
agar prop USG yang besar ini bisa digeser dengan mudah di badan pak
Sebastian. Dari Jantung, Lambung, Kantong Empedu, Pembuluh Darah dan
Ginjal.Luar Biasa !, dari layar nampak persis seperti mata saya ada
didalam badan Pak Sebastian. Saya dan Aryati tertawa ketika nampak
adanya batu kecil di Ginjal sebelah kiri Pak Sebastian, Pak Sebastian
langsung meringis kawatir. “Tenang saja Pak, masih kecil sekali, pakai
obatpun saya harapkan bisa hilang”. “Saya gantian, Pak” Aryati
ikut-ikutan muncul suaranya setelah takjub melihat percobaan saya pada
pak Sebastian.
Saya mendadak bengong, selain ruang yang penuh dengan alat elektronik
dan hanya ada meja pingpong ini, hanya ada Saya, Aryati dan Pak
Sebastian. Saya memandang Pak Sebastian, nampaknya dia mengerti
kejengahan saya, “Iya, pak dicoba saja pada Aryati, sekalian untuk
dicoba untuk melihat telur dan rahim”, “Tapi.”kata saya. “Sudahlah pak,
dicoba daripada nanti kita diklaim nanti saya yang repot” dia menyahut
“Cobalah Pak, tidak usah sungkan, biar saya pamit pulang dulu” Pak
Sebastian matanya nampak serius, tapi nampak diujung bibirnya senyum
kecil, pengertian sekaligus menantang saya untuk “memeriksa” Aryati.
“Pamit Pak !, saya pulang dulu” , Langsung dia ngeloyor pergi, mungkin
kelelahan, mungkin tidak ingin mengganggu “acara” saya dengan Aryati.
Setelah Pak Sebastian tidak lagi di ruang, tinggal saya bersama Aryati,
“Jadi, Pak ?” suara Aryati kembali muncul, saya hanya bisa
mengangguk-angguk ‘Ya, silahkan”.
Tanpa ragu sedikitpun Aryati melepas kancing bajunya dan membaringkan
diri di meja pingpong, nampak BH Krem dan sebagian payudara yang
menyembul, kulit yang putih dan sangat bersih. Aduh…”My Dick” mendadak
bangkit ditengah malam !.
Mulailah saya memberikan pelincir di perutnya yang putih dan kencang,
“Hi-hi-hi, dingin, pak”. ketika pelincir menetes diperutnya. Saya
periksa lambung dan ginjalnya, normal semuanya. Saya tidak berani
memeriksanya lebih lanjut. “Pak, sekalian yang lain, mumpung gratis”.
Saya mulai menggerakkan prop USG ke bagian tubuh atasnya, karena BHnya
masih ditempat tentu saja saya tidak bisa mengarahkan prop tepat ke
Jantungnya “Aryati, eh.eh.”..”Oh, ini Pak” Sambil memegang BHnya ”
Sebentar, Pak” dengan gaya akrobat seorang wanita, BH Aryati sudah
terlepas. Nampak payudara yang sangat indah di depan saya , puting yang
kencang dan bagus , payudaranya walaupun tidak besar akan tetapi
kencang, nampak kenyal dan sangat proporsional kiri dan kanan. Saya
mulai mengarahkan prop USG ke arah Jantungnya dengan menggesernya dari
daerah perut. Nampaknya Aryati menikmati geseran prop USG tersebut,
kedua putingnya nampak mengeras menjulang. Lebih gila lagi malahan
sekarang dia menutup kedua matanya, sambil berdesis pelan. Saya arahkan
prop USG tepat di jantungnya, dengan pembesaran 200 X, saya mulai
“membaca” ruang-ruang jantungnya. Karena saya mencoba menelusuri bagian
kiri dan kanan jantung, tentu saja saya harus berulang-ulang menggeser
prop USG, sambil mengatakan padanya apa yang saya baca dari layar
monitor. Tak pernah sekejappun Aryati membuka kedua matanya, sambil
terus berdesis-desis pelan. “My Dick” sudah tidak tahan lagi, lihat
keadaan seperti ini. Saat tangan kanan saya memegang dan menggeser prop
USG, entah dari mana mendadak refleks tangan kiri meremas payudara kanan
Aryati. Saya remas-remas dan memain-mainkan pelan payudaranya. Desis
Aryati makin jelas kentara, “Terus.Pak”…”Terus Pak” Aryati
berbisik…”Mana tahan” pikir saya. Sudah tidak ingat lagi antara boss dan
karyawatinya. Saya letakkan prop USG tersebut, sekarang yang memeriksa
jantungnya adalah tangan kanan saya di payudara kirinya. Saya isap-isap
dan gigit-gigit pelan payudaranya. “Enak Pak.terus.terus” sambil tetap
terus menutup mata..
Saya jilat-jilat dan ciumi perutnya, tangan kanan saya sekarang sudah
berpindah ke arah selangkangannya yang masih terbalut rapi dengan rok.
Saya elus-elus dengan halus selangkangannya, terasa lembab.
“Eh.eh..eh.enak pak”…
Saya masukkan tangan saya kedalam roknya, teraba CD-nya, basah nian,
kakinyapun tidak lagi sejajar seperti tadi, sekarang kakinya mementang
lebar-lebar memberi kesempatan tangan saya untuk mengeksplorasi
selangkangannya lebih lanjut. Saya tarik tepi CDnya, teraba vulvanya
yang sudah basah, saya gosok pelan-pelan bibir dalam vaginanya. Lendir
vaginanya mempermudah saya untuk menggosok-gosok jari tengah saya ke
vaginanya, juga kelentitnya. “Ekh..ekh..ekh”..makin keras suara Aryati.
“Sebentar yaa”..mendadak saya bangkit, saya segera matikan USG dan lampu
ruang elektronik yang terang benderang itu dengan segera. Saya lepas
segera semua baju yang saya kenakan juga CD saya. Saya sudah tidak sabar
lagi. Aryatipun juga tidak mau kalah, tanpa diperintahkan, langsung dia
lepas semua baju, rok, dan CDnya. Dari remang-remang penerangan dari
ruang sebelah sekarang nampaklah Aryati yang telanjang bulat dan
menakjubkan. Bukit kewanitaannya dipayungi oleh rambut yang lebat,
“Pantas, alisnyapun lebat” pikir saya. Kini saya langsung mengarahkan
mulut saya ke vaginanya, karena lebatnya “hutan” kewanitaannya, saya
terpaksa menggunakan kedua tangan saya untuk menyibak “hutan”nya.
Gantian sekarang malah Aryati yang mengelus-ngelus dan memilin-milin
payudaranya sendiri.
Memeknya berbau khas yang agak keras dan berasa asin, seperti keju
belanda. Maklumlah, kami berdua tidak sempat mandi sejak pagi hari tadi.
Tapi sudahlah mulut saya sudah dalam posisi itu. Saya jilat-jilat
kelentitnya dan naik turun di bibir dalam vaginanya naik - turun. “Pak,
masukin.pak” Aryati memohon. Tanpa perintah kedua, saya berdiri. Saya
tarik tubuh Aryati ketepi meja pingpong, segera saya masukkan “tongkat
naga” saya ke vaginanya. “Bless…” tanpa kesulitan saya masukkan “My
Dick” saya, karena lendir di vagina Aryati sudah membanjir, selain
posisi saya yang berdiri mempermudah hal itu. Saya pegang pinggulnya,
saya tarik dan dorong tubuh Aryati, sesuai dengan arah laju pinggul saya
yang maju mundur. “Ekh..ekh..ekh”.terus menerus suara Aryati terdengar
keenakan. Setelah 10 menit mendadak tangan Aryati memegang sangat keras
kedua tangan saya yang sedang memegang pinggulnya ‘Maaasssss..” Aryati
menjerit tertahan…pada saat yang bersamaan, vagina Aryati
berdenyut-denyut keras “My Dick” saya yang didalamnya seperti
diremas-remas dengan lembut oleh vaginanya. Aryati orgasme hebat,
pantatnya tidak lagi terletak dimeja pingpong tapi terangkat keras
keatas. Rupanya dia sedang menikmati semaksimalnya orgasme dan
keheningan sesaat yang timbul pada dirinya.
Setelah dia agak tenang, saya baru kembali memompanya, terasa agak
kering sekarang vaginanya, habis lendirnya. “Sakit, mas..sakit, mas” dia
mengeluh. “Tanggung” pikir saya. Segera saya ambil pelincir USG yang
tergeletak dekat kami, saya olesi kepala “My Dick” saya dan juga vagina
Aryati, segera saya masukkan kembali “My Dick” saya kedalam vaginanya,
sekarang kembali licin seperti semula. “Terus. mas, enak”…saya tetap
dalam posisi semula, sekarang dengan bekal sedikit pelincir diibu jari
saya, saya bantu Aryati dengan menggosok-gosok kelentitnya. Kali ini,
sungguh sulit saya orgasme, konsentrasi saya buyar total, setelah Aryati
memanggil saya dengan sebutan “Mas”, aduh saya ini boss-nya. Tapi “what
the hell, what will be, will be”. Kembali saya berusaha konsentrasi
untuk mengeluarkan semua isi “My Dick” saya. Rupa-rupanya “perkosaan”
saya dengan ibu jari kanan saya memakai pelincir di kelentitnya
mengundang kembali orgasme Aryati. Sedangkan otak saya masih berperang
antara “Mas dan Pak”.
“Tahan mas.tahan.saya mau keluar lagi”..dalam hitungan menit muncullah
“Maaasss.masss..masss.” dan remasan lembut vagina Aryati yang
berdenyut-denyut di “My Dick” saya. Aryati orgasme untuk kedua kalinya,
tetapi tidak sehebat yang pertama, tangannya meremas keras tangan kiri
saya, sedangkan tangan kanan saya masih aktif di kelentitnya. “Rugi,
kalau saya tidak orgasme” pikir saya. Segera gantian saya menutup mata,
konsentrasi penuh membayangkan vaginanya Sharon Stone. Saya percepat
pompaan saya di selangkangannya.
“Akkkkhhhhhhhhhhh..” saya mendengus panjang, saya keluarkan semua isi
“My Dick” saya kevaginanya, dan saya tanamkan sedalam-dalamnya “tongkat
naga” saya..saya orgasme.
Saya tergeletak disamping Aryati, dua manusia telanjang bulat dengan vagina dan “My Dick” yang berleleran sperma.
Aryati memeluk saya , dijilat-jilat pelan telinga saya “Maaf ya mas,
sejak tadi malam memang saya lagi “kepengin”" Aryati berbisik. “Puas mas
?, saya puas sekali”. Saya mengangguk.
“Ayo kita pulang” saya mengingatkan, jam sudah menunjukkan jam 2 malam.
Segera kami berdiri dan merapikan baju, Aryati kekamar mandi
membersihkan sisa-sisa sperma yang berleleran di vaginanya.
Saya sekarang sendirian di ruang elektronik, lampu sudah saya hidupkan
kembali, sambil merokok dan menunggu Aryati kembali ke ruang ini, saya
termangu-mangu. “Aduh, sekarang dia panggil saya Mas, padahal saya
bossnya, belum lagi kalau dia hamil”.